Pelayanan di BKPM Pekalongan

Poli Baru : melayani pasien baru
Poli Non TB : melayani pasien Non TB
Poli Suspek TB : melayani pasien disangka TB
Poli TB : melayani pasien yang sudah didiagnosa TB
Unit Gawat Paru (UGP)
Ruang Obat
Loket pendaftaran, dengan sistem komputerisasi
Rekam Medik
Kasir
Pemeriksaan penunjang:
1. Laboratorium - Mikrobiologi: pemeriksaan sputum BTA
- Darah Rutin
- Kimia darah
2. Radiologi, pemeriksaan foto rontgen dada
3. Spirometri, mengukur faal paru
4. ECG, mengetahui rekam listrik pada jantung

Fasilitas: Aula, Parkir, Toilet, Musholla, Kantin

Sabtu, 06 Maret 2010

PPOK, Penyakit yang perlu diwaspadai Perokok

dr. Ahmad Ismail

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) perlu diwaspadai pada mereka yang memiliki kebiasaan merokok. Soalnya, selama ini PPOK belum banyak diketahui masyarakat, padahal hampir 80 persen perokok (baik perokok aktif, pasif maupun mantan perokok) dipastikan bakal mengalami PPOKpada saat usia 45 tahun ke atas. Selain perokok, tenaga kerja yang sering terpajan polusi udara juga potensial menderita PPOK, penderita dengan riwayat batuk berulang pada masa anak-anak dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Penderita PPOK umumnya mengalami gejala batuk dan sesak napas yang terjadi secara berulang-ulang, kronis (menahun) dan semakin lama semakin bertambah berat.
Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi. Di BKPM Pekalongan, PPOK menduduki peringkat ke-3 setelah ISPA, TB paru dan mempunya tren yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 tercatat 273 kasus, tahun 2006 292 kasus, dan pada tahun 2008 meningkat tajam menjadi 2149 kasus.

Faktor yang berperan peningkatan penyakit tersebut antara lain:
1. kebiasan merokok yang sangat tinggi
2. pertambahan penduduk, berkaitan dengan perumahan yang padat
3. meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an.
4. industrialisasi
5. polusi udara terutama di kota besar

Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk mendeteksi PPOK.

Ada dua bentuk utama PPOK, yaitu bronkitis kronis dan emfisema paru, atau gabungan keduanya. Yang disebut bronkitis kronis adalah peradangan saluran napas kronis yang ditandai dengan gejala batuk berdahak minimal tiga bulan dalam setahun dan sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema paru merupakan pelebaran alveoli (gelembung udara paru) yang disertai dengan kerusakan dinding (septum interalveoler). Sehingga, beberapa gelembung paru menyatu (over inflasi), yang akan mengakibatkan keluhan sesak napas menetap dan mempunyai kecenderungan semakin lama semakin berat (irreversible).

Gangguan pernapasan kronik PPOK ini secara progresif memperburuk fungsi paru dan membuat aliran udara jadi terbatas, khususnya saat mengeluarkan napas. Oleh karena itu sering terlihat mulut mencucu seperti meniup pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi). Serta bisa menyebabkan terjadi komplikasi gangguan pernapasan dan jantung. Bahkan, yang lebih parah lagi, jika penyakit bertambah buruk, dapat menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan bisa menyebabkan kehilangan kualitas hidup.

Di Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian.

Pengobatan terhadap penyakit ini tidak akan bisa menyembuhkan 100 persen. Sedangkan pengobatan berupa suportif paliatif hanya untuk memperbaiki hidup. Sementara untuk harga obat, bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari obat TBC. Selain itu, obat-obatan tersebut juga harus dikonsumsi seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar