Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pasien pada umumnya. Semua jenis OAT aman diminum oleh ibu menyusui. Sedangkan pada ibu hamil, semua jenis OAT yang diminum aman, sedangkan obat yang berupa suntikan tidak dianjurkan. Seorang ibu hamil atau menyusui harus mendapatkan pengobatan TB secara adekuat.
Sampai saat ini masih banyak ibu hamil atau menyusui yang menghentikan pengobatannya karena mereka kawatir akan keselamatan janin atau bayinya. Justru yang sangat disayangkan adalah, mereka menghentikan obat TB setelah berkonsultasi dengan bidan desa. Dengan tulisan ini, semoga tenaga kesehatan dan PMO (pengawas Minum Obat) mengetahui bahwa obat TB aman diminum oleh wanita hamil atau ibu menyusui.
Obat suntikan diberikan pada pasien yang gagal pada pengobatan pertama, pasien kambuh atau pasien putus obat (default). Pasien akan mendapatkan suntikan setiap hari selama 2 bulan. Pada ibu hamil, obat suntikan ini tidak dianjurkan karena bersifar permanen ototoksik dan menembus barier plasenta yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran pada janin.
Perlu dijelaskan pada ibu hamil atau menyusui bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya. Pada ibu hamil bertujuan supaya proses persalinan berjalan lancer dan bayi yang dilahirkan akan terhindar dari kemungkinan tertulat TB. Sedangkan pada ibu menyusui, pengobatan TB sampai sembuh adalah cara terbaik untuk menghindari penularan dari ibu kepada bayinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa penularan kuman TB karena percikan dahak pada waktu kita batu, bersin, bicara bahkan pada saat kita bernafas. Ibu menyusui boleh tetap menyusui bayinya asalkan memakai masker pada saat berdekatan.
Setelah 2 bulan pengobatan, biasanya kuman sudah bersifat dormant (tidur/tidak aktif) sehingga tidak menularkan kepada orang-orang di sekitarnya, demikian juga dengan bayi yang sedang disusui.
Sedangkan bagi pasien TB yang sedang dalam pengobatan, dianjurkan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB, KB suntik dan KB susuk). Rifampisin dengan kontrasepsi hormon sehinggak akan menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg) atau kontrasepsi non-hormonal seperti: kondom & IUD.
dr. Ahmad Ismail
Sumber:
Anonym. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2 cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar